Langsung ke konten utama

Catatan Akhir Tahun 2022: Antara Keberhasilan atau Keberuntungan

Akhir dari pandemi sudah terlihat di depan mata. Sepertinya tinggal menunggu waktu saja hingga WHO menetapkan Covid-19 bukan lagi sebagai pandemi.

Pekan lalu presiden Jokowi sudah mencabut PPKM, pencabutan yang mulanya saya kira akan "dirayakan" dengan gegap gempita, namun ternyata tidak. Boleh jadi orang kebanyakan sudah teramat lelah dengan pandemi. Yang nggak hanya merenggut nyawa mereka yang dikasihi, tapi juga memporak porandakan ekonomi.


Memori April 2020

Saya teringat pada saat pertama kali pembatasan kegiatan ini diberlakukan (dulu namanya PSBB) di minggu ketiga April 2020. Benak saya bertanya-tanya, sampai kapan kondisi ini berlangsung? Memasuki bulan suci Ramadan, ada begitu banyak pengharapan, bahwa di hari raya nanti, kondisi sudah berlangsung normal. Dan kita semua merayakan dua kemenangan dalam momen yang sama: Kemenangan Idul Fitri dan kebebasan dari Covid-19.

Namun ternyata apa yang diharapkan tidak pernah terjadi. Begitu juga saat tahun 2020 berakhir dan berganti menjadi 2021, lalu 2022. Nyatanya Covid masih juga eksis. Bahkan sempat menggila kasusnya dalam beberapa kesempatan. Tahun demi tahun berlalu, dan kini kita memasuki tahun ketiga.

Time Skip

Di luar dari tragedi gelombang Delta (Juni-Juli 2021), saya pribadi nyaris tidak memiliki memori yang "bermakna" dalam rentang 2020-2022. Seolah-olah saya menjalani tahun-tahun tersebut seperti dalam kondisi autopilot, dengan satu-satunya objektif yang jelas: Bertahan hidup.


Pandemi memukul nyaris semua aspek dalam kehidupan, tidak terkecuali rumah sakit dan dokter anak. Saya teringat betapa sepinya bangsal perawatan anak di masa itu. Orang-orang menghindari datang ke rumah sakit karena dua alasan. Sebagian takut tertular pasien Covid yang dirawat, sebagian lainnya takut akan di-Covid-kan.

Krisis Kesehatan yang Menjadi Krisis Kepercayaan

Covid sejatinya murni merupakan masalah kesehatan. Namun krisis yang ditimbulkannya merembet ke mana-mana. Termasuk masalah krisis kepercayaan terhadap tenakes. 

Sebagai contoh, ada pandangan bahwa pasien yang dirawat di rumah sakit akan dibuat seolah-olah menderita Covid-19. Sehingga muncul keengganan untuk dilakukan pemeriksaan maupun penanganan tenaga medis. Masalah berlanjut hingga pelaksanaan vaksinasi, tatkala sebagian masyarakat menolak vaksin dengan berbagai alasan.


Di dunia nyata, bidan, perawat, dibantu oleh anggota Polri dan TNI bahu membahu melakukan sweeping pada anggota masyarakat yang belum divaksin. Sementara di media sosial "perang narasi" antara kubu provaksinasi dan kontravaksinasi juga berkobar.

Dualisme PPKM

Sebagai orang yang sehari-hari tinggal di kota kecil, saya melihat kalau sebetulnya PPKM sudah berakhir jauh sebelum presiden memutuskannya pekan lalu (30 Desember 2022). Kehidupan di kota kecil sudah sama seperti sebelum pandemi terjadi: Pasar sudah ramai pengunjung, orang-orang tidak lagi mengenakan masker, acara hajatan berlangsung meriah, dan sebagainya.


Suasana itu berbeda dengan apa yang terjadi di kota-kota besar. Para satpam masih sigap berjaga di depan pintu masuk mall, mengingatkan pengunjung agar mengenakan masker dan tidak melepaskannya, kewajiban menggunakan aplikasi Peduli Lindungi sebelum memasuki tempat keramaian, dan bagaimana antusiasme masyarakat mengikuti vaksin booster.

Dulu saya memandang dualisme tadi sebagai suatu ciri khas bangsa Indonesia: Bangsa yang hanya bisa tertib kalau ditongkrongin petugas. Tapi kini, di awal tahun 2023 saya melihat "kekurangan" tadi sebagai satu keberuntungan. 

Tiongkok yang Kembali Dihantam Covid-19

Dalam 20 hari pertama di bulan Desember 2022 ada 250.000 orang di Tiongkok yang terinfeksi Covid-19. Sedangkan di akhir bulan yang sama, Indonesia mencabut PPKM karena kasusnya di negeri ini sudah rendah. Mengapa bisa begitu timpang? Beberapa sumber menyebut hal ini sebagai imbas kebijakan Zero Covid oleh pemerintah Tiongkok, sementara sumber lain menyebut vaksin buatan Tiongkok yang perlindungannya tidak sebaik vaksin-vaksin buatan negara barat.


Kebijakan Zero Covid bertujuan menjaga kasus Covid mendekati nol. Sehingga untuk bisa mencapai target tersebut, mereka mengharuskan orang yang kontak penderita Covid untuk dikarantina, menggelar tes-tes massal bahkan di tempat yang tidak ada lagi kasus baru ditemukan, hingga menggunakan aplikasi pelacak untuk memudahkan petugas melacak pergerakan orang.

Secara singkatnya, penanganan Covid di Tiongkok itu lebay, jika dibandingkan dengan apa yang kita kerjakan di Indonesia.

Tapi karena cakupan vaksinasi yang terus meningkat, jumlah penderita yang besar (begitu juga korban meninggal dunianya), mereka yang berkesempatan menghirup udara tahun 2023 sejatinya ikut memetik buah manis dari tingginya imunitas terhadap Covid.

Antara Keberhasilan atau Keberuntungan

Saya termasuk sebagian masyarakat yang skeptis saat mengatakan, kebebasan yang kita nikmati hari ini adalah hasil dari keberuntungan, dan bukannya keberhasilan. Beruntung karena kita tidak perlu menjadi bagian dari mereka yang terdampak krisis oksigen, kelangkaan ventilator, dan harga obat yang sempat gila-gilaan.


Beruntung karena rupanya ketimpangan pelaksanaan PPKM tadi melahirkan begitu banyak "korban". Sebab dengan banyaknya orang yang terinfeksi Covid akan mewariskan kekebalan di tengah masyarakat. Pahit memang, tapi mungkin hanya dengan cara inilah, kita akhirnya bisa mengakhiri pandemi di negeri ini.

Apapun itu, semua telah berlalu. Ia sudah terkubur sebagaimana semua kenangan buruk lainnya. Meninggalkan kita dua senjata penting dalam perjuangan manusia melawan pandemi: Vaksin dan antivirus, khususnya guna melawan Covid-19.

dr. Krisna Adhi, Sp. A
Dokter Anak di RS Mitra Keluarga Slawi,
Ketua Bidang Litbang & IT Perdalin Kotapraja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vaksin Rotavirus: Melengkapi Perlindungan Anak Terhadap Diare

"Loh memangnya ada vaksin untuk diare ya?" sahut seorang ibu keheranan, "anak saya masih bisa diberikan vaksinnya nggak?" lanjutnya lagi. Bagi kebanyakan orang, diare identik dengan lingkungan yang kotor, jorok, kumuh. Maka saat seorang anak terkena diare padahal sudah tinggal di rumah yang terjaga bersih, muncul rasa heran. Diare Rotavirus tidak hanya menjadi masalah di Indonesia saja, tapi juga di negara-negara maju lainnya. Karena alasan itulah dikembangkan vaksin Rotavirus. Vaksin Rotavirus pertama di dunia dirilis tahun 1998. Seorang anak dengan diare sedang ditangani petugas Waktu Pemberian Vaksin Rotavirus Vaksin Rotavirus diberikan mulai usia 8 pekan (2 bulan) . Dosis vaksin Rotavirus bervariasi di antara merk vaksin. Ada yang membutuhkan dua dosis dan tiga dosis.  Yang menjadi masalah, masa pemberian vaksin ini terbatas. Usia maksimal pemberian dosis pertama adalah 14 pekan, dan vaksinasi sudah harus selesai diberikan pada usia 24 atau 32 pekan, tergantung ...

Vaksin Polio: Demi Terwujudnya Eradikasi Polio

Apa Itu Poliomielitis? Definisi: Poliomielitis (Polio) adalah penyakit infeksi sangat menular disebabkan oleh Poliovirus . Penyakit ini utamanya menyerang balita, ditularkan oleh orang ke orang melalui rute fekal-oral. Virusnya akan berkembang biak di usus, kemudian dapat menyerang sistem saraf dan menyebabkan kelumpuhan. Tanda dan Gejala: Sekitar 90% dari orang yang terinfeksi tidak bergejala atau mengalami gejala ringan, sehingga penyakit ini tidak dikenali. Pada sebagian orang mungkin muncul gejala demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kaku pada leher, dan nyeri pada tungkai. Seorang anak menderita kelumpuhan akibat Polio Pada sebagian kecil kasus, virus menyebabkan kelumpuhan, biasanya pada kaki dan kelumpuhannya bersifat permanen. Sekitar 5-10% penderita yang mengalami kelumpuhan akan terjadi kelumpuhan pada otot pernapasan yang bisa menyebabkan kematian . Komplikasi: Kecacatan permanen, meninggal dunia, sindrom Pascapolio. Penyakit Polio Tak Dapat Disembuhkan Hingga saat ini...

Vaksin Hepatitis B: Melindungi dari Gagal Hati

Vaksin Hepatitis B adalah vaksin yang pertama kali diberikan kepada anak, yaitu pada hari ia dilahirkan. Kenapa harus secepat itu diberikannya? Karena salah satu cara Hepatitis B ditularkan saat proses persalinan, baik itu persalinan spontan ataupun sesar . Infeksi Hepatitis B yang terjadi pada awal masa kehidupan ini sekitar 70-90% bisa menjadi kronis dan sebagian dari penderita Hepatitis B kronis akan mengalami Sirosis hati hingga berujung ke kanker hati. Waktu Ideal Pemberian Hepatitis B Hepatitis B diberikan sebanyak 5 kali dan idealnya diberikan segera setelah lahir (tentunya setelah pemberian vitamin K), sebelum bayi berusia 24 jam. Vaksin ini diberikan dengan cara disuntikkan di paha bayi, lazimnya tidak ada efek simpang yang terjadi. Ilustrasi bayi baru lahir Nah bagaimana kalau bayi sudah berusia lebih dari 24 jam namun belum diberikan vaksin Hepatitis B? Dalam kasus seperti ini, vaksin masih bisa diberikan namun tentu saja efek proteksinya tidak sebaik bayi yang diberikan ...